Tujuh gelas sloki berjejer dua di atas telenan kayu persegi.
Di dekat sloki itu terdapat bahan-bahan jamu yang ditata rapi. Di sebagian
sloki terlihat endapan, namun ada juga yang berbuih layaknya cappuccino.
Tujuh sloki itu adalah menu andalan Suwe Ora Jamu (SOJ) Cafe
di daerah Petogogan, Jakarta Selatan yang disebut the seven wonderful alias
jamu sapta sari. Menu tersebut akan disuguhkan kepada pengunjung cafe yang awam
pada jamu.
“Orang asing saya kasih satu set itu. Biar dia merasakan
banyak jamu,” ujar Nova Dewi saat berbincang, 25 Mei 2016. Dengan sloki kecil,
diameter sekitar 4,5 cm dan tinggi 7 cm, pengunjung tak akan kembung meminum
semua jamu yang disodorkan.
Ketujuh jamu itu, jika diminum berurutan dari beras kencur,
kunyit asam, rosella, green tamarind, wedang jahe, alang-alang dan sari jamu
sehat pengunjung akan merasakan perubahan mulai dari yang dingin menuju hangat
dan kembali ke dingin, lalu netral.
Sloki terakhir, sari jamu sehat, terbuat dari ekstrak buah
murbei tanpa fermentasi sehingga tak mengandung alkohol. Saat saya mencoba,
baunya mirip anggur yang sering dipakai sebagai campuran minum jamu di
kios-kios jamu tradisional. Juga hangat di badan.
Inovasi Rasa
Nova mendirikan Suwe Ora Jamu Cafe pada Februari 2013
setelah dia dan suami kesulitan mendapatkan jamu gendong di Jakarta. Perlu
diketahui, Nova yang besar di Surabaya, sudah terbiasa minum jamu tradisional
Jawa. Dia juga cemas dengan anak muda yang semakin jauh dari akar tradisi,
khususnya jamu.
Karena membidik anak muda itulah, menu di cafe ini beragam.
Mulai jamu bubuk merek Iboe (buatan Surabaya), minuman jamu segar, kopi hingga
makanan ringan dan makan besar. “Jamu merek Iboe itu tertua di Indonesia loh,”
ujar Nova dengan logat Jawa Timuran.
Inovasi rasa lebih banyak dilakukan di minuman segar. Di
samping menyediakan beras kencur, temulawak, wedang jahe, alang-alang atau
kunyit asam, Nova terus berkreasi menciptakan rasa baru, campuran buah dan
sayur.
Salah satu minuman andalan di SOJ adalah  green
tamarind yang diracik dari sawi dan kunyit asam. Warnanya hijau segar dengan
buih putih di atasnya. Saya menyesal meminumnya belakangan sehingga dinginnya
berkurang. Rasanya segar dengan takaran asam-manis yang pas. Tambahan daun mint
membuat minuman ini meninggalkan pengalaman rasa yang kaya.
Nova juga menyuguhi saya dengan kunyit shot dan kunyit
latte. “Kalau ada coffee latte, saya bikin kunyit latte. Biar kekinian nggih,”
ujarnya. Taburan pada kunyit latte bukan coklat melainkan pala dan kayu manis.
Sayang, saya tak sempat meminumnya karena sudah mencoba berbagai minuman lain.
Nova yang demen bicara Bahasa Jawa ini saya minta memberi
contoh cara minum kunyit shot. Saya tertarik pada kunyit shot karena
tampilannya keren. Warna kuning tua (lebih tua banding kunyit latte) dengan
taburan garam serta irisan lemon di bibir sloki.
Setelah memberi contoh, giliran Nova meminta saya untuk
meminumnya. “Monggo sakniki njenengan, saya yang motret,” ujarnya. Saya pun
mengambil lemon dengan tangan kanan, dan meminumnya dengan tangan kiri (maaf
saya terbalik karena seharusnya pakai tangan kanan he hee). Rasa pahit dan agak
pedas perlahan-lahan hilang setelah garam menyentuh bibir. Sekitar tiga detik
kemudian, saya menyesap jeruk lemon. Paduan yang pas!
Ngobrol Nyaman
Saya mampir di SOJ Cafe yang di Jalan Petogogan 1, Jakarta
Selatan. Di lantai satu, nuansa jamu terasa banget. Di meja bundar yang berada
di depan peracik jamu terdapat lumpang (alat penumbuk jamu) besi. Ini hanya
hiasan, tidak dipakai untuk menumbuk beneran.
Saya ngobrol dengan Nova di sofa paling depan. Sarung bantal
di sofa ada yang bertuliskan STMJ alias susu, telor, madu dan jahe. Di depan
Nova ada sepiring nasi bakar dan kopi. “Lagi bikin menu untuk buka puasa,”
uajrnya.
Setelah menyuguhkan seven wonder, kunyit latte, kunyit shot,
lalu datanglah pisang goreng krispi yang ditaburi karamel dan keju. Busyeet
dah. Saya bukan dalam masa pertumbuhan ke atas, tapi ke samping. Lantai satu
ini ber AC dengan beberapa meja.
Nah, bagi yang ingin merokok bisa ke lantai tiga. Lantai dua
untuk kantor operasional SOJ, jangan nyelonong ke sini yah. Interior lantai
tiga ini bernuansa jadul. Kusen kuno yang agak keropos, seterika jago, dan
sepeda onthel tua. “Workshop pembuatan jamu di sini. Saya mengajar di tengah
dan peserta duduk di posisi U,” jelas Nova.
Setiap bulan, SOJ menyelenggarakan workshop. Beberapa
peserta datang dari orang asing. Paling banyak orang Jepang. “Saya sudah
delapan kali mengadakan workshop untuk ekspat Jepang,” tambahnya.
Orang Jepang memang demen minuman seperti ini. Saya sempat
menghubungi teman di Tokyo yang membuka restoran Indonesia di sana. Dia memberi
nama, email dan alamat temannya yang membuka cafe jamu bernama Tetes Manis di
dekat Stasiun Ogawamachi, Tokyo. “Saya sudah kasih tahu dia tentang Pak Joko,”
ujar Ohira, teman saya itu. Di Osaka juga sudah ada sekolah membuat jamu.
Pemiliknya Kobayashi Mie. Saya sedang mengatur waktu untuk chat dengan dia
untuk menanyakan seluk beluk sekolah jamu tersebut.
Jepang bukan Malaysia yang suka mengklaim budaya kita
sebagai budaya mereka. Tapi, Jepang pandai melihat peluang bisnis. Jangan
sampai kita hanya menjadi penonton dan mereka yang meraup rezeki dari budaya
leluhur kita. Ayo Nova, segera wujudkan membuat cafe jamu di Tokyo dan kota
lain di Negeri Sakura! (Foto: Joko Harismoyo)
No comments:
Post a Comment