Thursday 7 January 2016

Menapaki 18 Lantai Mercusuar Pulau Lengkuas, Belitung

Pulau Lengkuas
Cuaca hari itu kurang bersahabat. Dari pagi hingga siang, hujan plus angin mengguyur Belitung. Ombak nan tinggi membuat kami tidak bisa menyeberang ke Pulau Lengkuas di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Kami hanya memandang keangkuhan menara peninggalan Belanda itu dari kejauhan.


Perjalanan menuju Mercusuar
 Hari berikutnya (19 Desember 2015), sekitar pukul 07:00 WIB kami sudah berada di Pantai Tanjung Kelayang. Dan lagi-lagi hujan turun. "Ombak lebih kecil dari kemarin. Kita bisa menyeberang. Nunggu reda," kata Pak Rusdi, pemilik warung sekaligus pemilik kapal yang kami sewa.

Menunggu hujan reda, kami menyeruput kopi hitam dan menghabiskan dua ikat rambutan. Pak Rusdi dan crew menyiapkan beras dan bahan makanan yang akan dimasak untuk santap siang tetamu di Pulau Kepayang nanti.

"Ke Belitung paling bagus bulan April hingga September," jelas si guide. Saat itu, ombak tenang sehingga kita bisa mengunjungi semua pulau yang ada, termasuk Pulau Pasir. Kalau musim hujan seperti ini, Pulau Pasir tenggelam. Saya berkunjung ke Belitung pada 18-20 Desember 2015.

Akhirnya kami berempat naik ke perahu motor, didampingi 1 guide dan 2 crew kapal. Ombak masih cukup besar. Hanya memerlukan waktu 20 menit untuk merapat di tepi pulau.

Pemandangan indah sudah terlihat dari pinggir pulau. Pantai dengan taburan batu-batu granit nan besar dengan air jernih. Kami membayangkan, pemandangan jauh lebih memesona jika kami datang saat kemarau. Karena ombak besar, mimpi untuk snorkeling sudah kami hapus sejak kemarin.

Kami menuju mercusuar yang dibangun pada 1882 oleh Chance Brothers & Co di dekat kota Birmingham. Sebelum masuk, penjaga mercusuar meminta kami untuk membersihkan kaki dengan potongan busa. Maksudnya, agar pasir-pasir yang menempel di kaki kita tidak terbawa masuk ke mercusuar.

Mercusuar
Ketika kami datang, mercusuar ini baru saja direhab. bau cat masih menyengat. Besi yang sebelumnya berkarat menjadi kinclong. Akibatnya, lantai menjadi lebih licin karena bercampur air hujan yang menerobos dari jendela.

Posisi jendela pandang di tiap lantai berselang-seling. Misal, lantai 1 jendelanya menghadap ke arah timur dan utara, lantai 2 jendelanya menghadap ke barat dan selatan. Dan pada lantai 3, jendelanya kembali menghadap kearah timur dan utara, begitu seterusnya.

Bangunan mercusuar semakin ke atas semakin kecil. Jumlah anak tangga pada lantai dasar adalah 18. Lantai 1-10 masing-masing memiliki 17 anak tangga, sedangkan lantai 11-13 memiliki 16 anak tangga. Lantai 14-16 memiliki 15 anak tangga, lantai 17 memiliki 13 anak tangga, dan lantai 18 (lantai teratas) memiliki 8 anak tangga. Total memiliki 313 anak tangga.

Anak tangga
Hari itu kami adalah pengunjung pertama yang naik mercusuar. Guide yang sudah 3 tahun tak pernah naik menara setinggi 65 meter itu, akhirnya ikut naik. Dia ingin melihat hasil renovasi mercusuar yang berfungsi membantu navigasi kapal-kapal untuk keluar masuk Tanjung Binga.

Bangunan tinggi, licin akibat air hujan, plus tangga yang makin menyempit membuat kami harus istirahat di lantai 10. Mengambil nafas beberapa menit sebelum melanjutkan perjalanan yang cukup melelahkan itu. Kami sempat mengambil pemandangan pantai dari lantai ini.


Perlahan-lahan sampailah kami di lantai tertinggi, lantai 18. Terbayarkan sudah kelelahan kami. Dari lantai ini kami bisa mengeksplor pemandangan dengan kamera ala kadarnya, kamera HP plus action camera karena kamera DSLR kami tertinggal di mobil yang diparkir di bandara Soekarno Hatta, Tangerang. (*)

Ruang di Mercusuar

Jendela untuk melihat pemandangan
Pemandangan dari atas Mercusuar

Bagian atas menara

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...