Thursday 7 April 2016

Amien Rais, Tolong Selamatkan Jakarta!


Amien Rais, Bapak Reformasi, harus kembali membentuk Poros Tengah untuk memecah kebuntuan pemilihan Gubernnur Jakarta 2017. Dia mesti turun gunung menyelamatkan Batavia dengan menjadi CAGUB!

Sepertinya Pilkada Jakarta 2017 akan mengerucut kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (entah siapa wakilnya) versus ABA (Asal Bukan Ahok). Di barisan ABA bisa melahirkan berbagai varian pasangan seperti Yusril Ihza Mahendara, Boy Sadikin, Suyoto, Adhyaksa Dault, Sandiaga Uno sampai Haji Lulung. Dan hingga kini, ABA masih terseok-seok mengejar popularitas Ahok (hasil survey berbagai lembaga. Kredibel atau tidak, silakan nilai sendiri).

Di tengah suasana galau itu, Amien Rais harus turun tangan. Bukan sekedar memunculkan calon baru seperti saat pilpres beberapa tahun silam tetapi harus maju sendiri sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Banyak alasan, diantaranya:

1. Bapak Reformasi
Pria kelahiran 26 April 1944 ini adalah pejuang kebebasan saat Orde Baru berkuasa. Dia konsisten membicarakan dan menuntut suksesi predisen saat orang lain tak berani berbicara. Sebagai Bapak Reformasi, Amien akan memimpin Jakarta dengan menjunjung tinggi HAM.

2. Islam Taat
Amien adalah mantan Ketua Umum Muhammadiyah, ormas Islam ternama dan berpengaruh di Indonesia. Dia juga taat menjalankan ibadah. Dengan memilih dia, berarti umat Islam sudah sesuai aqidah yakni memilih pemimpin muslim. Ini bukan soal SARA, tetapi soal syariat (ini super serius lho).

3. Berpengalaman
Amien sudah memiliki pengalaman di tingkat nasional. Pernah menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Ketua MPR.  Bukankah lebih baik orang berkapasitas nasional turun level ke daerah dibanding orang berkapasitas daerah memimpin secara nasional? (Maaf Pak Profesor Yusril, saya meminjam istilah Bapak).

4. Intelektual
Amien Rais adalah doktor dan dosen di Universitas Gadjah Mada. Kemampuan intelektualnya tidak perlu diragukan lagi. Sebagai intelektual sepuh, dalam membuat kebijakan tentu akan arif dan bijaksana. Tidak grasah-grusuh seperti calon muda yang temperamental.

Sebenarnya masih banyak kelebihan lain yang dimiliki Amien Rais. Tak perlu dibahas lebih banyak agar saya tidak dianggap hiperbola, melebih-lebihkan atau lebay kata ABG sekarang.

Di balik kelebihan di atas, pasti ada celah yang bisa menjadi sasaran empuk lawan politiknya. Faktor usia, pasti menjadi alasan utama. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya Amien menggandeng wakil dari kalangan muda. Bisa Sandiaga Uno. Kalau calon ini dianggap terlalu 'halus' bisa memboyong politisi muda PDIP Adian Napitupulu. Sikap Adian tak kalah galak dibanding Ahok. Malah saat di Forkot lebih galak lagi.


Dengan mengusung Amien Rais, umat Islam Jakarta mendapat pempimpin sesuai aqidah dan mumpuni. Semoga Amien Rais tergugah hatinya untuk maju sebagai calon gubernur Jakarta 2017. Silakan dipilih. Saya tak akan memilihnya karena tak lagi memiliki KTP Jakarta. KTP DKI terlampau mewah untuk seorang karyawan seperti saya. * 

Saturday 2 April 2016

MONAS: Dari Perjuangan Hingga Penyangkalan

Sejatinya Monumen Nasional (Monas) di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat adalah lambang perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan. Mengapa politisi menggunakan Monas sebagai lambang penyangkalan terhadap sesuatu?

Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.

Melihat sejarah pembangunannya, Monas memiliki nilai-nilai heroik yang diwariskan oleh para pejuang. Tugu ini untuk mengingatkan kepada anak cucu rakyat Indonesia bahwa kakek dan nenek mereka berjuang sampai titik darah terakhir untuk meraih kemerdekaan.

Sebagai lambang kepahlawanan, Monas tidak boleh "dikotori" oleh tindakan oknum politisi yang menggunakan tugu Monas sebagai lambang penyangkalan. Pendegradasian lambang perjuangan itu dimulai ketika Anas Urbaningrum, saat itu masih menjabat Ketua umum Partai Demokrat, terseret kasus korupsi.

Pada 9 Maret 2012, Anas mengatakan siap digantung di Monas jika terlibat kasus Hambalang. Hal itu dia ucapkan setelah menyampaikan sikap Partai Demokrat menanggapi naiknya harga bahan bakar minyak di kantor Demokrat, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat. “Yakin, kalau ada Rp 1 saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Anas.

Namun ketika hakim menjatuhkan vonis 15 tahun kepada Anas terkait kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, dia tak mau memenuhi janjinya seperti yang diucapkan Maret 2012.

Politisi lain, Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman memprediksi Basuki Tjahaja Purnama dan Teman Ahok akan gagal mendapatkan dukungan KTP buat maju di Pilkada DKI Jakarta. Kalau berhasil, politisi ini memastikan, dia akan terjun di Monas.

Pernyataan ini disampaikan Habiburokhman di akun twitter-nya. Dalam akun resminya, @habiburokhman, ia menyatakan, siap terjun bebas dari puncak Monas, jika KTP dukungan untuk Ahok, mencukupi untuk pencalonan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 nanti.

"Itu akun saya. Yang jelas saya yakin KTP Ahok bohong doang tuh kalau terkumpul. Omong kosong!" tegas Habiburokhman, ketika dihubungi, Kamis (24/3/2016). (Sumber)

Andai Teman Ahok berhasil mendapatkan KTP seperti yang dijanjikan, dipastikan politisi tersebut tak akan memenuhi janjinya dengan berbagai macam dalih.

Sebenarnya, yang menjadi keprihatinan saya adalah sikap ‘mendegradasi.” Monas dari lambang perjuangan menjadi simbol penyangkalan terhadap opini dan atau fakta. Politisi, yang seharusnya menjadi teladan dalam menyebarkan nilai-nilai perjuangan malah mendistorsi lambang itu. Seakan-akan mereka menganggap Monas sebagai tempat pembunuhan, baik dengan digantung maupun terjun bebas dari ketinggian.


Politisi seperti ini tak pantas menjadi wakil rakyat yang bisa mengembangkan nilai-nilai perjuangan dan kepahlawanan. Sungguh memprihatinkan. T E R L A L U kata Bang Haji. *

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...