Wednesday 11 April 2018

Festival Kuliner Magelang 2018 Hanya untuk Anak Muda?

Tenda kuliner di antara meriam dan Gunung Sumbing.

Meski waktunya mepet, saya menyempatkan diri datang ke Festival Kuliner Magelang 2018 di Museum BPK Magelang (eks kantor Karisedenan Kedu) pada Minggu, 8 April 2018 (festival berlangsung 6-8 April). Saya tak mencicipi apapun, kecuali membeli dawet untuk mengusir dahaga di siang yang membara itu.

Pedaganga kerak telur di jalan masuk festival.

Sebenarnya, Sabtu siang saya ingin mampir ke festival tetapi tak keuber. Baru sampai di rumah, Sabtu siang saya langsung liputan ke restoran Jepang Maruyaki di Karet, kemudian dilanjutkan acara pengajian 100 hari meninggalnya ayah. Jam 08:00 malam saya sudah tidur (maklum sebelumnya begadang terus).

Minggu siang, bersama keponakan yang duduk di kelas XII SMA, saya meluncur ke TKP. Pengunjung ramai karena mobil sampai parkir di pinggir jalan. Promosinya memang gencar karena acara ini merupakan bagian dari peringatan ulang tahun kota Magelang yang ke-1.112 (wuih tua ternyata. Lebih tua dari Jakarta yang baru berumur 490 tahun pada 2017).

Kerak telur siap santap.
Lokasi festival cukup luas. Untuk parkir kendaraan roda 2 dan 4 tak kesulitan. Sebelum masuk, keponakan membeli dua tiket. Harga tiket masuk hanya Rp3.000. Cukup murah. Apalagi saat menyerahkan tiket, masing-masing pengunjung mendapat voucher diskon Rp3.000 untuk membeli ayam goreng Ninit. Jadi, kalau beli ayam goreng di situ, masuk festivalnya menjadi gratis (canggih juga nih om Heru Pranoto dalam berpromosi).

Oh iya, sebelum membeli tiket, saya melihat pedagang kerak telur di jalan menuju tiket box. Sekitar tiga orang. Saya pikir mereka orang Betawi yang sengaja didatangkan panitia untuk meramaikan acara. Sebelum pulang, ponakan membeli kerak telur itu. Iseng-iseng saya tanya, "Asli Jakarte ya Bang." Jawabnya menohok, "Kulo saking Jogja (saya dari Yogyakarta)." Sambil berkata, tangannya juga menunjuk ke pedagang kerak telur lainnya. Jadi, mereka semua asli Yogyakarta bukan Batavia.

Tiket box.
Tiket dan voucher diskon.

Saya datang ke lokasi sudah siang, sekitar jam 11:00 sehingga tak bisa menyaksikan panggung tari yang ada di sebelah kanan. Namun, lomba lukis (mewarnai) untuk anak-anak masih berlangsung. Lokasi festival menarik karena di balik tenda-tenda penjual makanan, kita bisa melihat Gunung Sumbing dengan pemandangan yang menarik.


Pintu masuk.
Sebelum berangkat saya membayangkan akan bertemu masakan kenangan dari Nusantara, seperti rawon, ayam taliwang, gudeg, pecel, soto kudus, nasi gandul (pati), mie aceh, nasi jamblang, pempek, palu basa dan kuliner nusantara lainnya. Untuk jajanan, saya membayangkan geblek, cenil, gatot, getuk ireng, timus atau endog gludhuk.

Sayang, untuk masakan tradisional saya hanya menemukan pecel. Sisanya, berdagang ayam goreng, nasi bakar, atau fried chicken. Jajanan yang ada adalah bakso kerikil, siomay, pempek, sosis bakar, bakso bakar, ice cream, jus, coklat dengan berbagai variannya. Ada sih yang jual wedang jahe atau kopi. Karena panas banget, minum kopi jadi kurang pas walau aromanya cukup menggoda.


Gunung Sumbing di kejauhan.



Lomba mewarnai.
Saya dan ponakan memilih minum dawet untuk pelepas dahaga. Kami minum di bawah pohon yang rindang. Sisa bungkus makanan dan gelas plastik berserakan. Tempat sampah hanya berjarak sekitar 20 meter dari lokasi teduh. Tetapi, pengunjung malas membuang sampah di tempat yang sudah disediakan. Padahal, tempat sampah itu baru isi separo saat saya membuang gelas plastik bekas dawet. Harus ada gerakan untuk menjaga kebersihan agar orang-orang tak membuang sampah sembarangan.

Habis minum dawet saya ke Meteseh dilanjut ke Kebonpolo, pamit pulang Depok. Saya tak jadi makan di festival kuliner karena tidak menemukan makanan kelangenan. Masakan dan jajanan modern memang cocok untuk kawula muda, bukan senior seperti saya. Atau jangan-jangan saya yang salah masuk. Harusnya saya mengunjungi Festival Makanan Djadoel yang digagas Pemkab Magelang di lapangan Soepardi, Mungkid pada 23-25 Maret 2018. Festival Kuliner Magelang 2018 bukan untuk saya, tetapi anak muda yang menyukai sosis dan sejenisnya.

Sosis bakar kesukaan remaja.
Moga-moga tahun depan Pemkot yang mengadakan festival makanan jadoel sehingga bisa mengobati kerinduan akan makanan tradisional Magelang yang tak ditemukan di tempat lain. (Foto: Joko Harismoyo)

4 comments:

  1. enaknya sosis jumbo bakar, nyummi
    jd pgn nyoba

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. kayaknya sering. September lalu pas pulang Magelang, ada juga kok festival kuliner

      Delete

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...