Friday 29 March 2019

Inilah Strategi Masuk Universitas Indonesia

Universitas Indonesia

Sejak SMP si bungsu sudah menargetkan untuk kuliah di Universitas Indonesia. Strategi pun disusun sejak memilih SMA. Dan hasilnya sesuai harapan.

Saat lulus SMP dengan NEM mencukupi, sebenarnya ia bisa masuk ke sekolah paling favorit di Depok. Tapi, karena alasan stratgei untuk 3 tahun ke depan, saya menyarankan padanya untuk memilih sekolah lain, peringkat kedua di kota itu.

Alasannya sederhana. Kalau masuk ke sekolah paling favorit, sulit berada di 40% sampai 50% terbaik mengingat peringkatnya (NEM) berada di atas 70%. Padahal, sekolah dengan Grade A hanya bisa meloloskan 50% siswa terbaik untuk mengikuti jalur undangan, baik SNMPTN maupun PPKB UI. Belakangan, tahun 2019 ini, malah cuma 40% yang bisa mendaftar. Maklum, ia membidik masuk UI melalui jalur undangan (tanpa tes).

Setelah memilih SMA, target berikutnya adalah masuk 40% terbaik. Bukan perkara mudah juga karena di eks sekolah berstandar internasional ini persiangan sangat ketat. Mau, tak mau harus ikut bimbingan belajat plus les Bahasa Inggris (ngelanjutin maksudnya, karena sudah les saat masuk SMP). Nilai dari kelas 10 sampai 12 (semester 5) diusahakan stabil atau meningkat.

Oh iya, pas naik kelas 12, ia ganti bimbel. Cari bimbel yang memberi motivasi siswa untuk meraih mimpi, bukan sekedar memanfaatkan peluang. Artinya, siswa benar-benar dimbing untuk masuk ke jurusan dan kampus yang diinginkan, bukan "menyesuiakan" nilai dengan jurusan yang memungkinkan ia diterima. Tentu, konsekuensinya juga banyak. Sekolah belum dimulai, bimbel sudah masuk. PR-nya lebih banyak, dan gurunya lebih galak. Sampai-sampai ia rela tidak masuk sekolah demi mengerjakan tugas-tugas bimbel. Bimbel ini membedakan kelas berdasarkan nilai tes (tesnya lebih mirip psikotes untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa).

Setelah nilai sampai semester 5 mencukupi, proses berikutnya adalah menentukan pilihan jurusan dan kampus. Ini butuh strategi jitu juga, tetapi tetap mengacu pada keinginan si bungsu. (Sekolah mengadakan psikotes untuk melihat potensi dan jurusan yang diinginkan siswa). Bimbel tetap menyarankan untuk memilih jurusan yang diinginkan siswa. "Kalau Anda memikirkan UI, jangan pernah memikirkan kampus lain," katanya. Mereka menekankan, andai tak lolos SNMPT dan PPKB, masih ada peluang melalui jalur SBMPTN dan SIMAK.

Untuk berjaga-jaga, si bungsu tetap mendaftar UTBK, sambil terus belajar baik untuk menghadapi ujian UNBK maupun UTBK. Sebelum pendaftaran SNMPT dan PPKB dimulai, ia ikut tes TOEFL. Sertifikat  dengan skor di atas 500 (dia 547) bisa untuk mendaftar ke Kelas Internasional (kalau mau daftar kelas ini).

Pengumuman SNPMT mengecewakan. Ia tak lolos meski beberapa teman yang peringkatnya di bawahnya lolos. Mungkin karena program dan jurusan yang dipilih berbeda. Beruntung, ia lolos melalui jalur PPKB pada jurusan yang diinginkan, meski bukan jurusan Gizi yang sangat didambakan. Selamat. Usaha 3 tahun yang tak sia-sia. ***



 



Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...