Wednesday 24 February 2016

Commuter Line, Antara Rindu dan Benci


Pagi ini, istri saya telepon, mengabarkan kalau terjadi gangguan sinyal pada commuter line (KRL). Ini adalah 'protes' lembut pada saya karena sejak seminggu lalu saya memaksanya untuk naik KRL.

Sebelumnya, saya selalu mengantarnya ke kantor di Pasar Minggu dengan mobil. Belakangan, ketika jumlah KRL bertambah, baik gerbong maupun volume perjalanannya, jarak tempuh Depok-Pasar Minggu yang berjarak 19 km menjadi dua jam. Ditambah perjalanan pulang ke Depok, hampir 3 jam saya uji kesabaran di ruwetnya jalan ibukota.

Jarak tempuh 10 km per jam ini, masih terbilang lancar jika dibandingkan dengan jarak tempuh di jalan protokol semisal Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto maupun Jalan MH Thamrin. Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Edi Nursalam pada pertengahan 2014 mengatakan, dari hasil pengamatannya, kecepatan rata-rata kendaraan bermotor roda empat atau mobil di beberapa ruas jalan raya bisa mencapai 10 km/jam. Empat tahun kemudian, kecepatannya hanya 5 km/jam. Berapa kecepatan pada 2016? Tanyakan pada Duo Serigala yang bergoyang!

Atas dasar itu, saya memaksa istri untuk berganti moda transportasi yang lebih cepat. Dengan KRL, dia hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai stasiun Pasar Minggu dan 5 menit untuk naik ojek dari pengkolan ke kantor. Baru seminggu, dia dua kali merasakan gangguan sinyal yang berujung pada keterlambatan. Padahal dia sudah rela berdesak-desakan, sesuatu yang jarang dirasakan selama puluhan tahun bekerja.

Saya yang sudah 1,5 tahun menjadi pelanggan setia KRL beberapa kali mengalamai gangguan sinyal ini. Beruntung (sebagai orang Jawa tulen) jam kerja saya tidak ketat sehingga keterlambatan tak dicatat, apalagi dipotong uang transportnya. Namun belakangan ini gangguan sinyal kian terasa. Kereta dari Stasiun Sudirman-Manggarai bisa antre 15-20 menit. Itu hampir terjadi setiap hari. Akankah kereta ngantre ini akan makin lama dari waktu ke waktu?

Alat Uzur dan Pencurian

Gangguan sinyal adalah hal biasa, seperti hanya banjir yang melanda perkampungan di pinggir kali Ciliwung. Penyebab gangguan bisa bermacam-macam. Tri Handoyo pada April 2014 saat menjabat Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mengakui, banyak permasalahan yang terjadi dalam layanan kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek.

Permasalahan tersebut meliputi seringnya gangguan sinyal dan jarak kedatangan antar-kereta di stasiun headway yang kurang cepat. Dia menjelaskan, dua hal itu terjadi karena alat persinyalan sudah tua, dan masih bercampurnya jalur KRL dengan jalur kereta jarak jauh, baik kereta penumpang maupun kereta barang.

"Problem di KRL sangat kompleks, umur alat persinyalannya sudah lama. Track yang dipakai juga bersama," kata Tri, di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, kepada Kompas. Menurut Tri, pergantian alat sudah seharusnya dilakukan tetapi membutuhkan biaya besar.

Ia menjelaskan, alat persinyalan untuk jalur Jakarta-Bogor sebenarnya sudah harus diganti, mengingat jalur tersebut paling sering mengalami gangguan persinyalan. "Alat sinyalnya sudah tua, geledek sedikit langsung mati. Jadi memang perlu pergantian. Cuma, butuh pendanaan besar. Jadi, kita akan melakukannya secara pelan-pelan," ujarnya.

Penyebab lain adalah pencurian. Viva pernah menulis komplotan pencuri kabel signal KRL Jabodetabek yang diungkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan sepanjang 14 meter di KM 22+ 400/500 di antara stasiun Tanjung Barat dengan stasiun Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Modus operasi yang dilakukan oleh pelaku yakni dengan memotong kabel menggunakan gergaji besi. Setelah putus, kabel digali dengan tangan kemudian ditarik lalu dimasukkan ke karung selanjutnya dikelupas lalu dijual. "Pelaku sudah melakukan aksinya sebanyak 13 kali sejak tahun 2014," ujar Wakapolres Jakarta Selatan, AKBP Surawan, Selasa, 19 Mei 2015.

Surawan menerangkan, akibat pencurian kabel signal kereta api KRL ini, bisa mengganggu signal kereta dan juga mengganggu terbukanya palang pintu penyeberangan lintasan kereta secara otomatis.

Solusi

Kalau sudah jelas penyebabnya, mengapa hingga kini belum juga diperbaiki. Tri Handoyo lengser 3 Februari 2015 dan digantikan oleh Muhammad Nurul Fadhil sebagai Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ). Fadhil yang semestinya memperbaiki kondisi ini.

Untuk problem pertama, soal alat dan track, KCJ tak bisa menyelesaikan sendiri. Ini harus ada goodwill dari pemerintah untuk mengganti alat persinyalan yang sudah uzur. Memang, bukan biaya kecil. Tetapi ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Pada awal tahun ini, range penumpang kami di kisaran 690 hingga 720 ribu per harinya. Lalu meningkat lagi menjadi 850 ribu penumpang per harinya dan sempat mengalami rekor baru sebanyak 914,84 ribu penumpang per harinya. Tampaknya, kita akan bisa meraih 1,2 juta penumpang pada 2018, atau lebih cepat setahun dibanding target awal kita," ujar M Fadhil di Jakarta, Jumat (4/9/2015) kepada CNN.

Jika kereta mengalami gangguan sinyal, dan separo penumpang membawa kendaraan sendiri, mampukah jalan raya menampunynya? Jam 10.30 WIB, ketika sinyal KRL sudah pulih, jalan dari Depok menuju Pasar Minggu masih padat layaknya jam 07.00. Belum lagi berapa pemborosan bahan bakar yang terjadi tatkala semua membawa kendaraan dan jalanan macet parah. Plus polusi yang menjadi-jadi.

Persoalan kedua, soal pencurian kabel, tak boleh dianggap sepele. Kalau dalam setahun bisa mencuri 13 kali, berarti setiap bulan terjadi gangguan sinyal akibat ulah pencoleng. Polisi harus bertindak tegas terhadap pelaku dan menjaga fasilitas negara dari tangan jahil. Tentunya, KCJ haru proaktif, mengingatkan aparat agar jangan lengah terhadap pencurian.


Upaya KCJ dengan memagari rel dengan pagar besi adalah langkah riil untuk mengurangi pencurian tersebut. Selain pagar, sebaiknya KCJ juga membuat jembatan penyeberangan agar siapa pun tidak bisa masuk ke jalur kereta yang bisa berpotensi melakukan tindakan yang merugikan. (*)

No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...