Saturday 8 October 2016

Jalan Pintas itu Bernama PADEPOKAN

Foto: BBC.com
Padepokan adalah tempat menuntut ilmu. Di padepokan terjadi interaksi belajar mengajar antara guru dan murid. Murid dituntut menguasai isi kitab yang diajarkan guru. Guru, sebagai penguasa kitab,  memiliki kekuasaan untuk menilai kemampuan empiris, pengetahuan dan budi pekerti murid. Ini padepokan dalam arti yang sesungguhnya.

Namun berita mengenai padepokan belakangan ini sudah melenceng. Padepokan milik Gatot Brajamusti dikabarkan sering menggelar pesta sabu dan melakukan seks menyimpang. Gatot sendiri ditangkap saat menggelar pesta sabu di sebuah hotel. Cek di sini!

Belum hilang ingatan kita terhadap padepokan yang dihuni para artis ciamik pada jamannya itu, geger padepokan kembali muncul. Taat Pribadi, pria berwajah India berusia 46 tahun, pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng di Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan dan penipuan. Hebatnya, ketua yayasan ini adalah cendekiawan pintar, doktor lulusan AS, politisi senior, pengurus ICMI. Sampai detik ini, ia yakin Taat diberi karomah bisa menggandakan uang. Hebat coy!

Geger Padepokan kembali muncul dari padepokan Satrio Aji di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok. Pimpinan padepokan, Andi alias Aji, membunuh dua muridnya dengan kopi maut sianida. Aji mengaku bisa menggandakan emas dan uang. Mantap! Cek di sini.

Padepokan Gatot dan Dimas menggegerkan. Gatot sangat cerdas. Dia mendapatkan segalanya: uang, nafsu, serta kenikmatan. Dimas hanya mendapatkan uang. Dia tidak bisa menikmati kemolekan tubuh muridnya karena pengikutnya kebanyakan pejabat dan sudah tua.

Mengapa Dimas bisa mengumpulkan ribuan murid, di antaranya para pejabat dan pengusaha. Simak pendapat ahli di sini dan ini. Intinya, masyarakat kita terbiasa dengan jalan pintas. Cepat mencapai tujuan dengan jalan gampang. Mbahmu kuwi!!!

Kenyataannya memang demikian. Hampir semua orang ingin jalan pintas. Motor melawan arah, naik trotoar. Kalau diingatkan malah marah-marah. Sudah salah, galak pula. Bukan hanya motor, mobil pun melawan arah meski mengakibatkan kecelakaan.

Mau cari sekolah, pakai nyogok. Bukan kemauan anaknya. Tapi nafsu orangtua agar anaknya diterima disekolah favorit. Ini artinya, orangtua yang mendidik anaknya untuk cari jalan pintas. Meski tahu salah, tetap dilakukan. Setelah lulus sekolah, cari kerja pakai nyogok lagi. Sekarang lagi berkurang suap masuk PNS wong penerimaannya dibatasi.

Kalau jadi pejabat, karena cari sekolah dan masuk kerjanya nyogok, maka korupsi. Ketangkap. Sogok jaksa dan hakim agar dapat hukuman ringan. Nah, kalau jadi politisi. Tetap juga cari sogokan. Mengumpulkan modal untuk maju pemilu berikutnya. Dari pada pusing mikirin program, bagi uang kepada calon pemilih. Toh, rakyat juga yang menghendari pembagian duit. Kalau tidak bagi duit, tidak dipilih.

Bayangkan, dari mana kita mengurai problem kusut jalan pintas di negeri ini. Semua menyukai, membutuhkan dan melakukannya.

Meski demikian, PADEPOKAN menawarkan jalan pintas yang religius. Murid padepokan, entah disebut santri atau apapun namanya, lebih diterima masyarakat karena dianggap menjalankan perintah Tuhan. Apalagi, mereka memakai simbol-simbol religius. Guru padepokan juga membaca doa-doa seperti dalam kitab suci, meski kadang dimodifikasi sesuai selera. Dengan kedok agama ini, padepokan lebih mudah menyusup ke masyarakat, menawarkan jalan pintas yang tidak berdosa. Walaupun sejatinya sama saja dengan jalan sesat di tempat lain. Kemasan saja yang diubah dengan bungkus religius. Waspada!!! ***


No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...