Saturday 1 October 2016

Dialog Antarbahasa dalam Mahabharata 3


"Asu tenan kok sutradarane. Arep adegan perang seru malah kon goro-goro. Aku ora seneng kon dadi Yudistira. Yudistira ora duwe nafsu. Lha aku weruh wedhus dibedaki nafsu. Weruh wong lanang nganggo rok, nafsu. Mending duwe nafsu iso nyalon gubernur DKI. Bisakah manusia hidup tanpa hasrat, nafsu dan gairah?" tanya Yudistira - yang diperankan Gunawan Maryanto- kepada penonton sesaat sebelum Perang Kurusetra pecah.

Penonton yang dari tadi terdiam dan menyimak gerak tari serta dialog campuran bahasa Jawa, Jepang, Tiongkok, dan Tagalog tertawa. Suasana menjadi cair. Sebelumnya, penonton terbawa ritme serius pementasan ini yang lebih banyak mengeksplorasi gerak dan ekspresi wajah dibanding dialog.

Gunawan Maryanto
Sehabis pementasan, di belakang panggung, saya sempat wawancara dengan Wangi Indriya, penari topeng asal Indramayu yang memerankan Kunti, Kripa, Amba dan Srikandi. Jangan kaget, pentas ini hanya melibatkan sembilan artis peran. Tapi, satu orang memerankan beberapa tokoh. Misal, Carlon Matobato dari Filipina menjadi Kresna, Karna dan Kartamarma. Koyano Tetsuro (Jepang) menjadi Bima dan Bisma. Gunawan Maryanto menjadi Yudistira, Sanjaya dan Durna.

Untuk berganti peran, mereka berganti kostum yang diletakkan di bagian belakang panggung. Kadang, mereka cukup memakai topeng. Singkat dan praktis.

Karena memakai berbagai bahasa, maka di layar belakang panggung terpampang teks terjemahan dari apa yang dikatakan pemain. Menurut Wangi, sutradara asal Jepang Koike Hiroshi menekankan agar pemain ekspresif dalam berdialog sehingga meminta pemain berbicara dengan bahasanya sendiri. "Saya harus menerjemahkan ke bahasa Jawa Indramayuan," katanya.

Meski mereka berbicara dalam berbagai bahasa, namun penonton bisa menangkap makna yang tersirat berkat ekspresi wajah pemain. Intonasi dan mimik bisa menunjukkan apakah mereka sedang marah, sedih atau senang.

Wangi Indriya, penari topeng
Percakapan pun berjalan lancar. Sahut-sahutan seperti mereka saling mengerti arti kata yang diucapkan lawan bicaranya. Padahal, belum tentu demikian. Wangi mengaku tak bisa berbicara bahasa Inggris, apalagi Tagalog dan Jepang.

Perang digambarkan dengan properti bendera dari masing-masing pasukan. Tunggangan kuda dan gajah. Arjuna mengusung busur raksasa, sementara Pandawa dan Kurawa lainnya membawa tombak atau gada.

Pertumpahan darah digambarkan dengan kain panjang berwarna merah. Sementara, kain biru berfungsi sebagai simbol air atau laut yang bergemuruh. Permainan simbolik ini membawa kesan tersendiri. Apalagi, musik dan tata cahaya dalam pertunjukan ini mewakili situasi yang digambarkan.
Kesan eksperimen sangat terasa dalam pementasan Hiroshi Koike Bridge Project (HKBP). Koike yakin seni budaya dapat melintasi batas waktu dan negara.

Berangkat dari pemikiran itu, ia melibatkan sembilan pemain dari latar belakang berbeda, dari empat negara, yakni Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Filipina. Masing-masing menyampaikan dialognya lewat bahasa masing-masing.

Para pemain tersebut yakni Gunawan Maryanto, Suryo Purnomo, Riyo Tulus Pernando, Sandhidea Cahyo Narpati, dan Wangi Indriya dari Indonesia. Empat lainnya yakni Carlon Matobato dari Filipina, Koyano Tetsuro dan Shirai Sachiko dari Jepang, dan Lee Swee Keong dari Malaysia.
Untuk pertunjukan teater Mahabharata ini, HKBP menciptakan versinya sendiri atas epos tersebut.  Pementasan Mahabharata dibagi dalam lima bagian, lalu mengelompokkannya dalam dua bagian besar, yakni bagian pertama dan bagian akhir atau later part.

Sebelumnya Mahabharata Part 1 sudah diproduksi dan dipertunjukan di Kamboja pada tahun 2013 lalu. Pada tahun 2014, Mahabharata Part 2 ditampilkan di India dan Indonesia, sedangkan Mahabharata Part 2.5 (B-War) diproduksi di Jepang.


Selanjutnya, serial Mahabharata ini akan dibawa ke Thailand pada 2017 dengan menampilkan kisah Mahabharata Part 4. Setahun kemudian, akan hadir Mahabharata the First Part di Malaysia dan Mahabharata the Later Part di India pada tahun 2019 mendatang. Puncaknya pada 2020 bertepatan dengan Olimpiade Tokyo, Jepang, kisah Mahabharata secara utuh akan dipentaskan keliling dunia. (Foto: Joko Harismoyo)*

No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...