Sunday 21 August 2016

Melon Berbentuk Hati di Taman Buah Mekarsari


Beberapa kali mengunjungi Taman Buah Mekarsari, saya tak bisa leluasa melihat aneka buah yang ada karena padatnya pengunjung. Selasa (16/8/2016) saya bertandang ke sana sebagai seorang jurnalis. Tentu, saya dipandu untuk melihat seluruh isi taman.

Kedatangan saya ke jalan Cilengsi, Bogor, Jawa Barat kali ini sebenarnya untuk memotret obyek yang akan dijadikan cover tabloid. Jadi, mata saya lebih banyak melihat buah dan tanaman dibanding mendengarkan penjelasan dari Fransis E Kerong, Operational Manager Mekarsari serta staf marketing (Firman) dan riset (Riris).

Walau demikian, ketika menengok kebun buah, saya banyak bertanya dan mendengar, dibanding saat saya berada di kontor (gedung air terjun).

Tempat pertama yang dituju adalah kebun melon. Ada beberapa green house berisi tanaman melon dalam pot. Buah melon yang berwarna hijau kekuningan itu tak terlalu besar, namun sudah cukup matang untuk dipetik sekaligus dimakan.

Mata saya tertuju pada melon berbentuk hati (LOVE). Ini mirip petani di Jepang yang membentuk melon atau semangka menjadi segi tiga atau bujur sangkar. Sebenarnya, tak sulit membentuknya. Kita hanya perlu cetakan, lalu memasangnya ketika melon sedang berbunga. Bentuk melon akan menyesuaikan dengan cetakan tersebut.

"Banyak yang membeli melon ini untuk lamaran. Harganya Rp50.000," ujar Riris yang mendampingi kami keliling Mekarsari. Ia menambahkan, bisa juga orang memesan bentuk khusus, misalnya huruf tertentu.

Setelah melihat-lihat melon, penjaga mengupas dan menyodorkan kepada saya untuk mencicipi. Rasanya lebih juicy dan manis dibanding melon yang ada di pasar. Maklum, tanaman di sini semua memakai pupuk organik.

Selesai mengunjungi kebun melon, saya menuju ke kebun salak. Meski melewati kebun buah lain, seperti komplek nangka, durian, mangga, jambu, dan lain-lain, kami tak mampir mengingat keterbatasan waktu.

Mata saya tertuju kepada salak berwarna kemerahan dan tanpa duri kecil di kulitnya. Namanya salak affinis (salacca affinis). Meski buahnya tak berduri, tetapi pohonnya sama dengan salak lainnya, tetap berduri. Buah salak pun menempel di pohon.

Lalu, saya dibawa ke pohon salak kurang duri (salacca valacca). Pohon salah sudah tidak berduri. Buahnya pun tak menempel di pohon. Ada batang menyembul dari pohon dan salak menempel di batang sembulan itu. Lebih mudah memetiknya. Sayang, buah salak masih berduri lembut.

"Sekarang kami sedang menyilangkan salak affinis dengan salak kurang duri. Diharapkan, akan muncul varietas baru di mana pohon dan salak tidak berduri sama sekali," ujar Riris menjelaskan sambil menyodorkan salak bali untuk dicicipi. Rasanya manis, dagingnya tebal dan tak ada rasa sepet, seperti salak bali pada umumnya.

Dari kebun salak, kami melanjutkan ke kebun buah langka. Di meja display, terdapat buah dewandaru, duwet (jamblang), gayam, kepel, matoa, maja, dan lain-lain. Di sini saya baru tahu kalau kluwak adah biji dari buah picung (pangium edule).

Perjalanan berikutnya ke kebun sawo. Jenis-jenis sawo dijual di tempat ini. Ada sawo kecik, sawo apel, sawo duren, sawo manila, sawo australia dan sawo raksasa. Sawo manila adalah sawo yang biasa kita makan dan banyak beredar di pasar. Bentuknya kecil, lebih kecil dari genggam tangan.
Bandingkan dengan sawo raksasa, yang konon berasal dari Amerika. Buahnya sebesar melon atau sama dengan kepala anak TK. Jauh lebih gede dibanding salak manila.

Terakhir, saya mengunjungi kebun belimbing. Pohon belimbing dibuat pendek dengan terus memotong batang agar tak naik. "Biar mudah bungkus dan metiknya," ujar Riris. Di sini, dijual belimbing segar berikut hasil olahannya, ada manisan dan dodol belimbing.

Mengingat matahari sudah di atas kepala, kunjungan pun diakhiri. Mengunjungi Mekarsari di hari kerja ternyata lebih enak, bisa mengelilingi seluruh kebun dengan mobil Mitsubishi L300 yang disulap menjadi mobil wisata. Tak perlu antre dan nunggu lama.

Jika ingin ke Mekarsari, buka websitenya. Jadi, tahu fasilitas yang ada serta lokasi yang akan dituju. Nginep juga bisa kok. Ayo, kunjungi taman seluas 264 ha ini! (Foto: Joko Harismoyo)

No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...