Friday 6 March 2020

Akhirnya ikut panik gegara Corona...


Wabah coronavirus atau Covid-19 membuat sejumlah orang panik luar biasa. Ada saja ulah yang enggak masuk akal. Memborong masker, vitamin, sembako dan kondom. Untuk dua yang terakhir, apa coba hubungannya.

Di Jepang, dua penumpang pria yang duduk bersebalahan ribut gara-gara salah satunya batuk tanpa mengenakan masker. Saking ributnya, mereka harus turun di stasiun berikutnya dan didamaikan oleh kepala stasiun setempat.

Di Singapura dan Selandia baru, bukan hanya masker yang ludes. Kondom pun lenyap. Bukan dipakai untuk mencari kenikmatan sesaat, tetapi diapaki untuk menyarungi jari yang digunakan mencet tombol lift atau membuka pintu toilet. Halooo.....situ sehat?

Meski saya tinggal di Depok, wilayah yang positif dua warganya terjangkit Covid-19, saya tak panik. Saya tak beli masker atau kondom. Juga tak memborong sembako. Hanya menebus vitamin Imunos dan Imboost Forte untuk menjaga stamina.

Tapi, pagi tadi, saat sholat  shubuh berjamaan di masjid, kepanikan itu muncul juga. Jamaah yang berdiri dempet di sebalah saya, batuk-batuk dengan intensitas tinggi. Dugaan saya, itu batuh berdahak. Ia batuk tanpa memakai masker.

Batuknya disambut gembira oleh jamaah di belakang saya. Jadilah batuk sersahut-sahutan. Tapi yang di samping saya masih lebih dahsyat.

Dalam situasi seperti inilah kepanikan muncul. Saya yakin mereka batuk pilek biasa. Batuknya orang kampung yang berlum terkominasi virus asal Wuhan, Tiongkok karena tetangga saya ini tidak melakukan perjalanan jauh ke luar negeri. Paling muter sekitar jalan Margonda. Satunya lagi kerja di Jakarta.

Tetapi kalau saya tertular batuk biasa pun, probabilitas untuk terserang Covid-19 meningkat. Ini yang menjadi kekhawatiran saya. "kenapa sih orang ini tidak sholat di rumah saja. Memang bagi pria sholat di masjid lebih diutamakan. Tetapi Allah kan maha pemurah. Kalau lagi sakit tentu diizinkan sholat di rumah," pikirku menerawang sehingga tak sempat menyelesaikan bacaan doa qunut dari Imam dan tiba-tiba sudah sujud.

Untuk kembali konsentrasi ke sholat jadi susah. Saya masih terus merenung setengah menggerutu, "Kalau gara-gara dia ada beberapa jemaah yang tertular flu dan tidak bisa bekerja mencari nafkah untuk anak istrinya, apakah jamaah itu tak berdosa karena mengganggu aktivitas kepala keluarga mencari nafkah. Padahal, mencari nafkah adalah jihad."

Pertanyaan lain muncul, "Apakah ganjaran yang ia dapat setimpal dengan potensi dosa yang dibuat apabila menghalangi kepala keluarga berjihad?"

Di tengah kecamuk pikiran itu, tiba-tiba Imam mengucapkan salam, menandai selesainya sholat shubuh berjamaah. Yah, hari ini sholat shubuh saya hanya bernilai menggugurkan kewajiban. Sama seperti sholat dari anak-anak yang baru saja mencapai akhir baliq. (Depok, 6 Februari 2020)

No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...