Saturday 23 November 2019

Mau Beli Pabrik Farmasi??!


Tadi sore, Minggu 23 November 2019, saya membeli Alpara, obat flu yang dijual bebas terbatas. Obat ini lumayan cocok untuk meredakan gejala flu yang saya derita. Nama Alpara akan selalu dikenang karena memiliki histori unik.


Beberapa bulan lalu saya berobat ke dokter menggunakan kartu BPJS. Setelah menunggu 1,5 jam saya mendapatkan obat Alpara, Ibuproven dan vitamin yang cukup untuk tiga hari. Yah, standar obat untuk peserta BPJS kono hanya tiga hari. Kalau belum sembuh, ya berobat lagi.

Setelah tiga hari, flu saya berkurang tapi belum sembuh total. Untuk itu, daripada saya harus antre 1,5 jam lagi hanya untuk mendapatkan obat seperti itu, saya memilih untuk membeli sendiri. Toh, harganya tak mahal.

Sehabis nganter istri ke stasiun Depok, saya mampir ke apotek yang buka 24 jam. Nama apotek juga menggunakan angka ini. Sekitar pukul 06:30 saya sudah antre membeli obat. Kakak penjaga (saya tidak menggunakan kata Mbak karena saat ini kurang keren), sedang melayani seorang pembeli. Rupanya, terjadi dialog alot di antara keduanya.

Sebagai orang Jawa yang menjunjung sopan santun, saya pun memilih diam, menunggu transaksi mereka selesai. Di sela-sela dialog, si kakak menyapa saya dengan suara meninggi,"Bapak cari obat apa?"

Dengan sigap saya menjawab, "Molex Ayus!" Jawaban saya ternyata membuat si kakak seperti mendengar orang menagih hutang. Dengan ketus dijawabnya, "Itu pabrik. Bapak mau beli pabrik obat? Kita tidak jual!"

Saya tak mampu bekata-kata lagi. Diam. Saya merogoh jaket kulit cokelat, seakan-akan mencari sesuatu. Padahal, tak ada yang dicari. Dengan menunduk saya keluar apotik. Ingin rasanya saya menendang kerikil di jalanan sambil menenteng jaket di bahu, seperti film-film masa lampu saat mengambarkan kesedihan.

Namun tak ada kerikil di depan aptotik. Jarak pintu apotik ke motor saya pun hanya 10 meter. Jadilah, saya berjalan pelan sambil batuk-batuk kecil agar si kakak tahu kalau saya mencari obat flu.

Sepanjang perjalanan 3 km itu saya berpikir kenapa si kakak tadi tidak menanyakan dengan santun. Misalnya, "Oh itu nama pabrik, Om. Yang dicari obat apa, bisa saya bantu?" Kan enak misalnya dia menjawab seperti itu sambil tersenyum. Kalau saya menjawab obat flu, pasti bisa diterka kalau yang dicari Alpara yang mengandung 500 mg paracetamol, phenylpropanolamine HCl 12.5mg, chlorpheniramine maleate 2mg, dextromethorphan HBr 15mg.

"Sudahlah, mungkin dia belum sarapan dan lagi banyak hutang. Jadi gampang sewot. Dan mencari orang untuk menjadi sasaran kemarahan," hatiku menenangkan.

Sesampai di rumah saya mencari bungkus obat yang memang masih saya simpan. Namanya saya catat. Kalau sekedar diingat takuk kelupaan. Dan pukul 08:30 saya ke apotik di depan gang yang menjadi langganan saya.

"Berapa biji," kata Si Tongki, penjaga apotik nan baik hati. Jadilah saya membeli Alpara dan Ibuprofen. Alpara hanya Rp8.000 (berisi 10 tablet), dan Ibuprofen Rp12.500 (isi juga 10). Dengan uang Rp20.500 flu saya hilang tanpa antre 1,5 jam.

Alpara, gara-gara kamu, saya dituduh mau membeli pabrik farmasi? (Ditulis malam minggu yang tidak hujan)

No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...