Thursday 28 December 2017

Dikira Klenteng, Ternyata Masjid

Ketika melewati 'klenteng' yang padat pengunjungnya, saya kepo dan berhenti. Lalu parkir di rest area di sebelahnya untuk sholat dhuhur.

Niat awalnya, saya akan sholat jamak takhir (dhuhur dan ashar) di Brebes, ketika ashar tiba. Niat itu lenyap seketika saat melihat 'klenteng' di Selaganggeng, Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah. Saya mengerem laju mobil dan menepi, menyaksikan 'klenteng' itu dikunjungi Muslim berhijab dan pria. Ternyata, itu sebuah masjid bernama Muhammad Cheng Hoo. Arsitektur bangunan mirip klenteng dengan warna merah menyala pada kayu dan kusen.

Tertulis Masjid Jami' PITI, Muhammad CHENG HOO. PITI singkatan dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. Dibangun sejak 2005 dan terhenti pada 2006, lalu dilanjutkan lagi 2010 dan diresmikan 5 Juli 2011. Ternyata sudah lama dan saya baru satu kali melewati masjid ini. Jangan tanya kenapa pembangunan masjid sempat terhenti, karena saya juga tidak tahu.

Dilihat sekilas, masjid yang terletak di Jl. Raya Purbalingga-Bobotsari ini mirip klenteng. Bentuk atap, warna merah dan hijau sama persis dengan klenteng. Hanya, warna hijau mendominasi masjid, termasuk gentengnya. Sementara genteng klenteng umumnya berwarna merah karena dipercaya melambangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.

Atribut yang umumnya ada di klenteng, seperti patung atau relief sepasang naga, harimau, kura-kura, burung hong, singa (ciok say / kilin) yang biasanya menghias atap, pilar-pilar penyangga, depan altar dan pintu tak terlihat di masjid ini. Di pintu masuk masjid terdapat tulisan China berwarna kuning emas. Warna Kuning (keemasan) adalah warna kemuliaan, kerajaan, kemakmuran dan kekayaan. Sayang, saya tidak mengerti bacaan maupun arti tulisan tersebut.

Karena penasaran dengan Masjid Cheng Hoo, saya mencari informasi di Google. Ternyata masjid Cheng Hoo pertama dibangun di Surabaya (2002), lalu Sriwijaya Palembang (2006), Kutai Kartanegara (2007), Purbalingga (2011), Gowa (2014), Batam (2015), dan Banyuwangi (2016). Masjid Cheng Hoo yang sedang dibangun berada di Jambi (2002), Banjarmasin (2014) serta Samarinda (2017). Rencananya akan dibangun juga di Bangkalan dan Magelang (asyik). (sumbernya ini)

Menurut buku karangan Peter J.M. Nas, Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia (2009), “Masjid Muhammad Cheng Ho yang didirikan oleh PITI dibangun dengan gaya Cina, mencontoh Masjid Niu Jie di Beijing. Struktur atapnya membentuk pagoda yang sesungguhnya.”

Sebenarnya, arsitek masjid yang ada di Indonesia sebagian merupakan akulturasi dari berbagai macam budaya. Misalnya, Masjid Agung Demak (masjid tertua di Indonesia) yang dibangun Raden Patah atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi adengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak di Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Yang paling monumental dari masjid ini adalah menara berbentuk candi bercorak Hindu Majapahit. Keunikan bentuknya tidak akan ditemui di menara masjid manapun di seluruh dunia.

Sementara itu masjid Agung Banten yang dibangun Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570) atapnya tumpuk lima. Konon, rancangan bangunan utama masjid yang beratap tumpuk lima ini dipercayakan kepada arsitek Tiongkok bernama Cek Ban Cut. Selain jumlah tumpukan, bentuk dan ekspresinya juga menampilkan keunikan yang tidak ditemui kesamaannya dengan masjid-masjid di sepanjang Pulau Jawa, bahkan di seluruh Indonesia. Dua tumpukan atap konsentris paling atas yang samar-samar mengingatkan idiom pagoda Cina.

Arsitek masjid di Indonesia terus berkembang. Ada yang sengaja mengakulturasikan berbagai budaya, namun ada pula yang mempertahankan masjid bergaya Timur Tengah, seperti Masjid Al Akbar Surabaya, Masjid Agung An-Nur Pekanbaru, dan Masjid Islamic Centre Samarinda. Ada juga masjid Indonesia bercorak arsitektur modern, yaitu Masjid Raya Sumatera Barat.

Apapun bentuk dan arsitektur masjidnya, yang penting umat Muslim bisa memakmurkan masjid. Bisa menjalankan ibadah dengan tenang. Jangan sampai bangunan masjidnya megah tetapi jamaahnya kosong. Mari, mulailah sholat berjamaah (ajakan untuk diri sendiri)!!! *


No comments:

Post a Comment

Bukan Hitam Putih

  Michelin adalah perusahaan ban asal Prancis. Ketika penjualan ban melempem, sekitar 1900-an, mereka malah menerbitkan buku panduan restor...